Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya <p>Ilmu dan Budaya adalah Jurnal Nasional yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan Universitas Nasional (LPU-UNAS) Jakarta. Ilmu dan Budaya pertama kali terbit tahun 1978 dengan Nomor : 503/SK/Ditjen PPG/1978. Kajian Jurnal ini meliputi bidang Ilmu dan Budaya seperti Ilmu Sosial, Ekonomi, Hukum, Politk, Sastra, Komunikasi, Strategi Kemanusiaan, Administrasi Publik, Budaya dan Peradaban, dan Ilmu-Ilmu Sosial lainya (Multidisiplin Ilmu). Jurnal ini terbit setiap tahun 2 kali yaitu, Bulan April dan Oktober dengan Nomor <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1180436409" target="_blank">PISSN : 0126-2602</a>, <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20210708590879613" target="_blank">EISSN : 2798-6160</a>.</p> en-US harun.umar@civitas.unas.ac.id (Dr. Drs. Harun Umar, M.Si) ilmu.budaya@civitas.unas.ac.id (Jurnal Manager) Mon, 18 Sep 2023 00:00:00 +0700 OJS 3.2.1.4 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Menyoal Pengelolaan Keuangan Publik Dalam penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2667 <p><em>This research is a study on public finance in handling C</em><em>ovid</em><em>-19 in Indonesia. The problem is that public financial management is not in harmony with the humanitarian threats faced by the people. The purpose of the study is to assess the allocation of state finances by the government in handling the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic. The theoretical approach refers to the concept of public finance managed by policy-making actors. This study uses a descriptive-qualitative method that relies on secondary data. The results of the study revealed that the allocation of state finances by the government in handling the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic does not give priority to the health sector directly, but instead is allocated to the economic recovery sector, although it is recognized that the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic causes complexity of public problems in other economic and socio-cultural fields, and has implications for various forms of corrupt practices. Despite the government's limitations in overcoming the complexity of the problem of handling the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic, the government still benefits from the socio-cultural capital of the Indonesian people to help each other deal with the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic. The conclusion is that public financial management for its allocation to the interests of the people is not guided by the principles of transparency and accountability, because the regulations made by actors in handling the C</em><em>ovid</em><em>-19 pandemic actually overlap a lot</em>. </p><p>Penelitian ini adalah studi tentang keuangan publik dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Masalahnya, pengelolaan keuangan publik tidak selaras dengan ancaman kemanusiaan yang dihadapi. Tujuan studi, untuk menilai peruntukan keuangan negara oleh pemerintah dalam menangani Covid-19. Pendekatan teori mengacu pada konsep keuangan publik yang dikelola oleh aktor pembuat kebjakan. Kajian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang bertumpu pada data sekunder. Hasil studi mengungkap, bahwa peruntukan keuangan negara oleh pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 tidak memberi prioritas pada sektor kesehatan secara langsung, namun justru lebih besar dialokasikan pada sektor pemulihan ekonomi, meskipun diakui bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan timbulnya kompleksitas masalah publik pada bidang ekonomi dan sosial-budaya lainnya, dan berimplikasi pada berbagai bentuk praktik korupsi. Meskipun demikian, keterbatasan pemerintah mengatasi kompleksitas masalah penanganan pandemi Covid-19, pemerintah masih diuntungkan modal sosial-budaya masyarakat Indonesia untuk saling membantu menghadapi pandemi Covid-19. Kesimpulan, bahwa pengelolaan keuangan publik untuk alokasinya pada kepentingan rakyat tidak dipandu asas transparansi dan akuntabilitas, karena regulasi yang dibuat para aktor dalam menangani pandemi Covid-19 justru banyak yang tumpang-tindih. </p> Rusman Ghazali Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2667 Mon, 18 Sep 2023 00:00:00 +0700 Pengaruh Beban Kerja, Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di PT Pos Indonesia (PERSERO) Cabang Fatmawati https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2628 <p><em>This research aims to identify and analyze the influence of workload, job stress, and leadership style on job satisfaction at PT. Pos Indonesia, Fatmawati branch. The research method used is causal research. The subjects in this study are 73 employees of PT. Pos Indonesia, Fatmawati branch. Data analysis was conducted using Partial Least Square (PLS). The research results indicate that workload has a positive and significant effect on the job satisfaction of PT. Pos Indonesia, Fatmawati branch employees, with an original sample value of 0.475 and T-Statistic 3.225 &gt; 1.96. Job stress does not significantly affect the job satisfaction of PT. Pos Indonesia, Fatmawati branch employees, with an original sample value of 0.206 and T-Statistic 0.604 &gt; 1.96. Leadership style does not significantly affect the job satisfaction of PT. Pos Indonesia, Fatmawati branch, with an original sample value of 0.100 and T-Statistic 0.167 &gt; 1.96.</em></p><p> </p><p>Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh beban kerja, stres kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di PT. Pos Indonesia cabang Fatmawati. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kausal. Objek dalam penelitian ini adalah karyawan PT Pos Indonesia cabang Fatmawati sebanyak 73 responden. Metode analisis data menggunakan <em>Partial Least Square</em> (<em>PLS</em>). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Pos Indonesia cabang Fatmawati dengan nilai <em>original sample</em> 0,475 dan <em>T-Statistic</em> 3,225 &gt; 1,96. Stres kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Pos Indonesia cabang Fatmawati dengan nilai <em>original sample</em> 0,206 dan <em>T-Statistic</em> 0,604 &gt; 1,96. Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja PT. Pos Indonesia cabang Fatmawati dengan nilai <em>original sample</em> 0,100 dan <em>T-Statistic</em> 0,167 &gt; 1,96.</p> Wiria Dinata Hadi Mulya, Tine Yuliantini Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2628 Thu, 21 Sep 2023 00:00:00 +0700 Budaya Malu Sebagai Fakta Sosial Pemberantasan Korupsi di Indonesia https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2352 <p><em>The culture of shame as a social fact in eradicating corruption in Indonesia.</em><em> </em><em>The culture of shame is able to prevent individuals and community groups from corrupt practices.</em><em> </em><em>Emile Durkheim's social facts describe that shame can prevent individuals from committing social deviance.</em><em> </em><em>This study used a qualitative method by conducting a literature review through journals, books, related publications and news articles which were then examined from the perspective of Emile Durkheim's social fact theory.</em><em> </em><em>The results of this study, a culture of shame is a solution to eradicating corruption.</em><em> </em><em>The government should make a new policy related to eradicating corruption.</em><em> </em><em>First, replace the term corruptor with the word thief or robber;</em><em> </em><em>secondly, corruptors are required to work without pay in the border areas that have been determined by the government as a substitute for imprisonment;</em><em> </em><em>third, violation of access of corruptors from all forms of public services, for example banking arrangements, passports, insurance, bank guarantees etc.;</em><em> </em><em>fourth, every candidate for public leader, is committed to anti-corruption by agreeing to a stamped agreement.</em><em> </em><em>If you commit a criminal act of corruption, you must return your salary while serving as an official or leader of a government agency.</em></p><p>Budaya malu sebagai fakta sosial dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Budaya malu mampu menghindari individu maupun kelompok masyarakat dari praktik korupsi. Fakta sosial Emile Durkheim menggambarkan rasa malu dapat menghindari individu untuk melakukan penyimpangan sosial. Penelitian ini, menggunakan metode kualitatif dengan melakukan studi pustaka melalui jurnal, buku, publikasi lembaga terkait dan artikel berita yang kemudian dikaji dalam perspektif teori fakta sosial Emile Durkheim. Hasil dari penelitian ini, budaya malu menjadi solusi pemberantasan korupsi. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan baru terkait pemberantasan korupsi. <em>P</em><em>ertama</em>, menggantikan istilah koruptor dengan kata maling atau garong; <em>kedua</em>, pelaku korupsi diwajibkan bekerja tanpa upah di wilayah perbatasan yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai pengganti hukuman penjara; <em>ketiga, </em>pembatasan akses pelaku korupsi dari segala bentuk pelayanan publik, misalnya pengurusan perbankan, paspor, asuransi, pinjaman bank dll; <em>keempat, </em>setiap calon pemimpin publik, berkomitmen terhadap anti rasuah dengan menandatangani surat perjanjian bermaterai. Apabila melakukan tindak pidana korupsi, maka harus mengembalikan gaji selama menjadi pejabat atau pemimpin suatu institusi pemerintah.</p> Syifa Najla Widiyanti, Kamaruddin Salim Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2352 Tue, 26 Sep 2023 00:00:00 +0700 Fake Radicalism dan Tantangan Baru Demokrasi Indonesia (Studi Kasus Laporan GAR ITB Terhadap DIN SYAMSUDIN ke KASN dan BKN) https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2647 <p><em>In October 2020 and January 2021, the Anti-Radicalism Movement (GAR) alumni of the Bandung Institute of Technology (ITB) reported the former Chairman of Muhammadiyah, Din Syamsuddin, to the State Civil Apparatus Commission (KASN). GAR believes that Din has violated the law which prohibits the State Civil Apparatus (ASN) from engaging in politics. The accusations against Din sparked a public reaction because they were linked to radicalism. This report with nuances of stigmatization and character assassination also provoked a strong reaction from Muslims, especially the Muhammadiyah extended family, because it was considered to be cornering them. Azyumardi Azra called the report absurd, baseless and unreasonable. Din Syamsudin's reporting because he was considered radical was considered to be part of the phenomenon of the emergence of fake radicalism. This research aims to answer two main problems, namely; why can fake radicalism emerge in democratic countries and, what are the implications of fake radicalism for the sustainability and future of Indonesian democracy? This research uses a descriptive qualitative method with a case study approach. The case study raised is the phenomenon of fake radicalism in Indonesia related to the GAR Alumni ITB report against Din Syamsuddin. Analysis was carried out using a descriptive analysis approach. The data collection techniques are carried out through observation, literature study and documentation related to the research object. As for the results of the research carried out, several findings were obtained, namely that in this case, radicalism was used as a negative stigma for anyone who was considered to be against the state or politically at odds with power. Fake radicalism refers to efforts to radicalize groups that are considered to be opposed to the state (power) even though the movement, criticism or protest carried out does not in any way lead to an attempt to completely overhaul the existing social and political order using violence - religious radicalism which leads to terrorist movement. Reports about Din Syamsudin being considered radical are not only a form of academic harassment, but are also part of the phenomenon of the emergence of fake radicalism. Fake radicalism which is the basis of this stigmatization actually has the potential to threaten democracy, diversity and national political life.</em></p><p>Pada Oktober 2020 dan Januari 2021, Gerakan Anti Radikalisme (GAR) alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) melaporkan mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). GAR menilai Din telah melanggar Undang-Undang yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) berpolitik. Tuduhan terhadap Din memicu reaksi publik karena dihubungkan dengan radikalisme. Laporan bernuansa stigmatisasi dan pembunuhan karakter ini juga memancing reaksi keras umat Islam terutama keluarga besar Muhammadiyah karena dianggap menyudutkan. Azyumardi Azra menyebut laporan itu absurd, tidak berdasar, dan tidak masuk akal. Pelaporan Din Syamsudin karena dianggap radikal, dinilai menjadi bagian dari fenomena munculnya <em>fake radicalism</em> atau radikalisme palsu. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan pokok yaitu; mengapa <em>fake radicalism</em> bisa muncul di negara demokrasi dan bagaimana implikasi <em>fake radicalism</em> terhadap keberlangsungan dan masa depan demokrasi Indonesia? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus yang diangkat adalah fenomena <em>fake radicalism</em> di Indonesia terkait laporan GAR Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin. Analisis dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi pustaka serta dokumentasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun hasil penelitian yang dilakukan didapatkan beberapa temuan, yakni di kasus ini, radikalisme digunakan sebagai stigma negatif bagi siapapun yang dianggap melawan negara atau berseberangan secara politik dengan kekuasaan. <em>Fake radicalism</em> merujuk pada upaya meradikalkan kelompok-kelompok yang dianggap menentang negara (kekuasaan) meskipun gerakan, kritik atau protes yang dilakukan sama sekali tidak mengarah pada usaha untuk merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan radikalisme agama yang mengarah kepada gerakan terorisme. Laporan terhadap Din Syamsudin yang dianggap radikal, bukan saja suatu bentuk pelecehan akademik, tetapi juga menjadi bagian dari fenomena munculnya <em>fake radicalism</em>. <em>Fake radicalism</em> yang menjadi dasar stigmatisasi tersebut justru berpotensi mengancam demokrasi, keberagaman dan kehidupan politik nasional.</p><p><strong> </strong></p> Yusa Farchan, Anggi Anggraeni Kusumoningtyas Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2647 Tue, 03 Oct 2023 00:00:00 +0700 Konflik Internal partai Politik Studi Partai Demokrat Periode 2020-2021 https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2631 <p><em>Political parties are formed due to coalitions of several parties, not only having common goals and interests but also individual interests. Parties become a representation of diverse identities and interests, members who have the most similar or close views and preferences have the urge to gather together and create sub-groups or factions within a party. Within the party, factions work together to produce party unity, while competing for control of the party. But not a few end up splitting. The internal conflict of the Democratic Party surfaced to the public when an Extraordinary Congress was held in 2021 which resulted in a rival management. This research provides an overview of the causes of conflict, the characteristics of conflict and the approach model in conflict resolution. The research method is qualitative with an analytical descriptive approach. The research uses political party theory to explain the background of party formation and personalization symptoms that are a problem in party institutionalization. Intra-party conflict theory is used to understand the conflict model that occurs. The results revealed the existence of faction factors, party personalization and power relations have become sources and causes of conflict. The characteristics of the conflict have made this conflict not so widespread and enlarged. Elite conflict, which is premature and pragmatic, and the element of power rationality are factors that can answer why the conflict takes place and finishes quickly. In the conflict resolution model, both camps took a third party, namely the government and the court, to decide the dispute. </em></p><p>Partai politik terbentuk karena koalisi beberapa pihak, tidak hanya memiliki tujuan dan kepentingan bersama tetapi juga kepentingan individu. Partai menjadi representasi beragam identitas dan kepentingan, anggota yang memiliki pandangan dan preferensi paling mirip atau dekat memiliki dorongan berkumpul bersama dan membuat sub kelompok atau faksi di dalam sebuah partai. Di dalam tubuh partai, faksi bekerja sama untuk menghasilkan persatuan partai, sekaligus bersaing untuk mengambil kendali partai. Namun tidak sedikit yang berakhir dengan perpecahan. Konflik internal Partai Demokrat mengemuka ke publik saat digelar Kongres Luar Biasa pada 2021 yang menghasilkan kepengurusan tandingan. Penelitian ini memberikan gambaran tentang penyebab konflik, karakteristik konflik dan model pendekatan dalam penyelesaian konflik. Metode penelitian bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelitian menggunakan teori partai politik untuk menjelaskan latar pembentukan partai dan gejala personalisasi yang menjadi soal dalam pelembagaan partai. Teori konflik intra partai digunakan untuk memahami model konflik yang terjadi. Hasil penelitian mengungkapkan keberadaan faktor faksi, personalisasi partai dan relasi kekuasaan telah menjadi sumber dan sebab konflik. Karakteristik konflik telah menjadikan konflik ini tidak begitu meluas dan membesar. Konflik elite, bersifat prematur dan pragmatis dan unsur rasionalitas kekuasaan merupakan faktor yang dapat menjawab mengapa konflik berlangsung dan selesai dengan cepat. Dalam model penyelesaian konflik kedua kubu mengambil pihak ketiga yaitu pemerintah dan pengadilan dalam memutuskan sengketa yang terjadi.</p> Erwin Syahrial, Asran Jalal Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2631 Thu, 19 Oct 2023 00:00:00 +0700 COVER https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2868 Harun Umar Copyright (c) 2023 Ilmu dan Budaya http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://journal.unas.ac.id/ilmu-budaya/article/view/2868 Sun, 01 Oct 2023 00:00:00 +0700