Pemodelan dalam Forum Musrenbang Desa di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran

Authors

  • Noverman Duadji Universitas Lampung
  • Novita Tresiana Universitas Lampung

Keywords:

Indigenous Institute, Musrenbang Village, Governance Sounds

Abstract

Sistem sentralisasi dan hegemoni kursif pemerintahan di Indonesia memiliki akar sejarah panjang, mulai era kolonial, hingga masa reformasi (otonomi daerah). Praktik penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dan layanan publik terdistorsi ke dalam maladministration yang hanya menguntungkan penguasa, kroni dan kelompok-kelompok tertentu sebagaimana yang dialami oleh Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka, digunakan metode kualitatif --- yang menunjukan bahwa hampir pada semua pekon/desa di Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran, lembaga adat lampung masih eksis, kendati dengan fungsi yang berbeda. Selanjutnya, dengan adanya UU No. 6/2014 tentang Desa, maka, kondisi ini diyakini dapat dijadikan landasan governance sounds Musrenbang Desa untuk menghasilkan RPJM Desa dan RKP Desa yang berkualitas --- sehingga, (1) Diperlukan governance sounds berbasis lembaga adat Lampung dalam penyelenggaraan Musrenbang Desa; (2) Input Musrenbang Desa harus berangkat dari persoalan (masalah) dan kebutuhan masyarakat desa dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman kondisi desa; (3) Konsep governance sounds lebih memaknai lembaga adat Lampung sebagai lembaga yang akomodatif terhadap pluralisme dan kemajemukan forum deliberatif desa; (4) Perlunya perubahan struktur dan orientasi untuk mensinergikan lembaga adat Lampung dan forum Musrenbang Desa; (5) Forum Lembaga Adat Lampung harus menjadi forum tertinggi Musrenbang Desa yang dilandasi oleh perda.

 

Centralized systems and cursive hegemony of government in Indonesia has long historical roots, from the colonial era, until the time of reformation (decentralization). Practice implementation of governance and public service distorted into maladministration that only benefit the ruling, cronies and certain groups as experienced by South Lampung Regency and Regency Pesawaran. In accordance with the problem and research objectives, then, used qualitative methods --- which showed that almost all pekon / villages in South Lampung regency and Pesawaran, Lampung customary institutions still exist, although with different functions. Furthermore, with the Law No. 6/2014 of the village, then, the condition is believed to be the basis of governance to produce sounds Musrenbang Rural Development Plan and the village of Desa quality RKP --- so, (1) Required sounds governance based traditional institutions in organizing Musrenbang Lampung village; (2) Input Musrenbang village had to depart from the issue (problem) and the needs of rural communities with regard to the potential and diversity of rural conditions; (3) The concept of governance interpret sounds more traditional institutions Lampung as an institution accommodating towards pluralism and diversity of the village deliberative forum; (4) The need for changes in the structure and orientation to synergize traditional institutions and forums Musrenbang Lampung village; (5) Forum of Indigenous Lampung should be the highest forum Musrenbang village guided by regulations.

Published

2016-12-31