https://journal.unas.ac.id/audial/issue/feedJURNAL AUDI ALTERAM PARTEM2023-10-12T18:25:37+07:00Rumainurrumainur@gmail.comOpen Journal Systems<p>Jurnal Audi Alteram Partem, merupakan Jurnal khusus Magister Ilmu Hukum yang berisikan Hasil Penelitian dan Penulisan di Bidang Ilmu Hukum terkhusus Hukum Pidana dan Hukum Bisnis.</p><p>The Audi Alteram Partem Journal, is a special Journal of Master of Law which contains Research Results and Writing in the Field of Legal Sciences, specifically Criminal Law and Business Law.</p>https://journal.unas.ac.id/audial/article/view/2850ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN PEKERJA PEREMPUAN DITINJAU DARI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRASMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP.224/MEN/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH PEREMPUAN ANTARA PUKUL 23.00 SAMPAI DENGAN2023-10-12T18:25:36+07:00jurung deslimawat radjagukgukjurung.deslimawaty@gmail.comRumainur Rumainurrumainur@gmail.com<p align="justify">Penelitian ini di latar belakangi akan pentingnya peran pekerja perempuan dalam pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa. Pekerja perempuan telah memainkan peran di dunia kerja hampir di semua bidang. Tidak hanya terbatas pada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di siang hari, namun pekerja perempuan juga dapat melakukan pekerjaan di malam hari Kaitannya dengan upaya perlindungan pekerja perempuan yang bekerja di malam hari, sudah diatur dalam pasal 76 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, selain itu pemerintah juga perlu mengawal dan mengawasi supaya peraturan perundangan yang sudah diundangkan mengenai aturan mempekerjakan tenaga kerja di malam hari benar-benar dapat dilaksanakan seoptimal mungkin. Untuk itu Menteri Tenaga Kerja, dan Transmigrasi telah mengeluarkan Keputusan Nomor: Kep.224/MEN/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. Pada Keputusan nomor: Kep.224/MEN/2003 tersebut mengatur kewajiban pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan pendekatan perundang-undangan serta bersifat penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, Pelaksanaan perlindungan terhadap pekerja perempuan khususnya pekerja perempuan belum sepenuhnya terlaksana. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja pada beberapa perusahaan, seringkali mengabaikan peraturan tentang perlindungan terhadap perempuan yang bekerja pada malam hari sebagaimana tidak memenuhi titah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja, dan Transmigrasi nomor: Kep.224/MEN/2003 tentang Kewajiban pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00. seperti: tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi perempuan yang bekerja pada malam hari, menyalahi regulasi terkait dengan jam lembur, dan tidak memenuhi kesejahteraan makan karyawan sebagaimana sudah ditentukan jumlah yang ideal pada regulasi yang mengatur. Di masa yang akan datang, pelaksanaan peraturan dan perlindungan tenaga kerja perempuan yang bekerja dimalam hari harus diiringi dengan keselarasan antara pelaksanaan dan pengawasan dan dapat menjangkau semua pekerja tidak hanya bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan besar namun juga dapat menjangkau para pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan perorangan/ perusahaan kecil.</p>2023-10-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2023 JURNAL AUDI ALTERAM PARTEMhttps://journal.unas.ac.id/audial/article/view/2851ANALISIS YURIDIS PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA2023-10-12T18:25:36+07:00ozi saputraputraozi50@gmail.commohammad askinmohammad.askin@gmail.com<p align="justify">Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan kejahatan transnasional. Pemerintah dalam hal ini haruslah cepat dan tanggap dalam hal pencegahan agar kasus perdagangan orang (<em>trafficking</em>) tidak terjadi lagi khususnya yang korbannya menarget pada anak-anak dan perempuan. Pengaturan perlindungan hukum pekerja migran Indonesia baik legal dan ilegal yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang tidak dipisahkan sebagai sesuatu hal yang berbeda. Perlindungan hukum terkait pekerja migran di Indonesia sudah bersifat komprehensif, bahkan perlindungan pekerja migran Indonesia juga diakomodir dalam asas berlakunya hukum pidana menurut tempat. Hal tersebut juga didukung oleh berbagai instrumen hukum, baik dari hasil hubungan internasional, UUD Negara Republik Indonesia 1945, Undang-undang maupun peraturan perundangan yang ada dibawahnya. Berdasarkan Ketentuan tindak pidana dalam pemberangkatan non prosedural menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pekerja Migran Indonesia diatur dalam Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 86, dan Pasal 87. Upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang dalam pemberangkatan non prosedural yang dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan hukum yang berlaku dan Kerjasama antar instansi dalam perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Kendala dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia dalam pemberangkatan non prosedural adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang Pekerja Migran Indonesia yang sesuai prosedur dan lemahnya faktor pengawasan. Pemerintah Indonesia bisa lebih proaktif lagi dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar semua Pekerja Migran Indonesia melalui prosedur yang berlaku dan diperlukan aturan yang baru apabila terdapat oknum atau terlibat dalam melancarkan pemberangkatan ilegal dapat dipidanakan.</p>2023-10-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2023 JURNAL AUDI ALTERAM PARTEMhttps://journal.unas.ac.id/audial/article/view/2852KEKUATAN ALAT BUKTI PADA PROSES HUKUM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PASAL 340 KUHP2023-10-12T18:25:36+07:00saharuddin saharuddinsyaharganji@gmail.commohammad askinmohammad.askin@gmail.com<p align="justify">Penelitian ini membahas tentang kekuatan alat bukti dalam proses hukum tindak pidana pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP. Pembunuhan berencana adalah tindak pidana yang merampas nyawa orang lain dengan rencana terlebih dahulu. Penelitian ini menganalisis Putusan Hakim MA Nomor 1282 K/Pid/2020 berdasarkan KUHAP. Dalam kasus ini, kepentingan hukum yang dilindungi adalah nyawa seseorang. Pembuktian dalam kasus pembunuhan berencana menjadi hal yang sulit karena harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana pembunuhan ditambah unsur <em>voorbedachte raad</em> atau rencana terlebih dahulu. Sistem pembuktian melibatkan alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Namun, sifat limitatif alat bukti tersebut kadang-kadang membatasi pengumpulan bukti yang mengungkap kasus pembunuhan berencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis kekuatan alat bukti dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana, sehingga memberikan pemahaman lebih mendalam tentang hukum pidana di Indonesia.</p>2023-10-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2023 JURNAL AUDI ALTERAM PARTEMhttps://journal.unas.ac.id/audial/article/view/2853ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR YANG MELAKUKAN WANPRESTASI TERHADAP OBJEK JAMINAN FIDUSIA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA2023-10-12T18:25:37+07:00Radite Hastijokohastiyoko@gmail.comfitra denifitradeni@yahoo.com<p align="justify">Jaminan fidusia merupakan jaminan kebendaan di mana hak untuk melaksanakan eksekusi baru terbuka setelah debitur cidera janji (wanprestasi). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dan dengan rumusan masalah yaitu: 1)Bagaimana peraturan mengenai wanprestasi objek jaminan fidusia menurut perundang undangan di Indonesia? 2)Bagaimana perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia ditinjau dari undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia? 3)Bagaimanakah seharusnya perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia dimasa yang akan datang?. Didapatkan kesimpulan bahwa Peraturan mengenai wanprestasi objek jaminan fidusia diatur dalam undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, KUHPer Pasal 1365 dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum untuk debitur merupakan salah satu cara untuk memberi kepastian hukum, salah satu bentuk perlindungan hukum bagi debitur yang wanprestasi tertuang pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain itu juga adanya Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, maka penentuan “cidera janji” (wanprestasi) tidak boleh ditentukan secara sepihak oleh kreditur, melainkan harus dilakukan atas persetujuan bersama antara debitur dan kreditur. Apabila debitur keberatan, maka pernyataan “cidera janji” (wanprestasi) harus didasarkan pada suatu upaya hukum yakni melalui gugatan ke pengadilan. Perlindungan hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia dimasa yang akan datang yaitu perlu adanya aturan yang mengatur mengenai isi perjanjian kredit dan prosedur eksekusi jaminan fidusia yang dapat digunakan oleh perseorangan yang tidak ada aturan yang mengatur sehingga terjaminnya kepastian hukum apabila terjadi hubungan kreditur dan debitur antar perseorangan.<strong><em></em></strong></p>2023-10-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2023 JURNAL AUDI ALTERAM PARTEMhttps://journal.unas.ac.id/audial/article/view/2854PERLINDUNGAN HUKUM KERJA WAKTU TERTENTU (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1438 K/Pdt.Sus-Phi/2017 antara Novrian cs vs PT. Tiffa dan PT. Garuda)2023-10-12T18:25:37+07:00Luh Satwika Putri Lestariuchasatchi@gmail.comRumainur Rumainurrumainur@gmail.com<p align="justify">Hubungan Industrial telah tercipta didalam suatu perusahaan, namun seringkali timbul perselisihan hubungan industrial antara pihak pengusaha dan pekerja yang pada akhirnya dapat menimbulkan pemutusan hubungan kerja, dalam suatu hubungan kerja yang telah diperjanjikan dan telah pula disepakati bersama oleh pekerja dan pengusaha, masalah perselisihan antara keduanya akan selalu ada bahkan sulit untuk dihindari. Pada kenyataannya perjanjian kerja yang menimbulkan adanya suatu hubungan kerja yang telah dibuat dan telah pula mengikat masing- masing pihak, dalam pelaksanaannya sering berjalan tidak seperti apa yang diharapkan, sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja, bahkan dapat berakhir dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bagaimanapun baiknya suatu hubungan kerja yang telah diperjanjikan dan telah pula disepakati bersama oleh pekerja dan pengusaha, masalah perselisihan antara keduanya akan selalu ada sehingga Majelis Hakim berpendapat PKWT antara Penggugat dengan Tergugat I tidak sah dan batal demi hukum. Karena tidak memenuhi Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, sesuai Pasal 57 ayat (2)-nya, demi hukum PKWT menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau karyawan tetap. Dengan begitu, hubungan kerja Nofrian haruslah dinyatakan beralih kepada PT Garuda Indonesia.</p>2023-10-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2023 JURNAL AUDI ALTERAM PARTEM