https://journal.unas.ac.id/jhon/issue/feedJournal Hukum Officium Nobile2024-10-28T20:59:08+07:00Nanda Dwi Rizkiananda.dwi.rizkia@civitas.unas.ac.idOpen Journal Systems<p>JHON (Journal Hukum Officium Nobile) adalah jurnal akademik terkemuka yang fokus pada studi hukum dan kebijakan publik. Didirikan untuk menyediakan platform bagi para akademisi, praktisi hukum, dan pembuat kebijakan, JHON bertujuan untuk menyebarluaskan penelitian berkualitas tinggi dan pemikiran kritis dalam berbagai disiplin hukum. Jurnal ini mencakup berbagai topik, termasuk teori hukum, hukum internasional, hukum konstitusi, dan hukum perdata serta pidana.</p> <p>Dengan komitmen untuk memperkuat integritas ilmiah dan memajukan pengetahuan hukum, JHON menerbitkan artikel, kajian kasus, dan ulasan buku yang ditulis oleh peneliti terkemuka dan praktisi hukum. Jurnal ini diharapkan menjadi sumber referensi yang berharga dan mendalam bagi komunitas akademis dan profesional hukum.</p>https://journal.unas.ac.id/jhon/article/view/386410.47313 PERLINDUNGAN HUKUM INVESTASI TERHADAP PELAKU USAHA DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG PERTAMBANGAN2024-10-08T14:24:16+07:00Nanda Nanda Dwi Rizkinanda.dwi.rizkia@civitas.unas.ac.id<p> Penanaman modal asing merupakan salah satu instrumen penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta pengembangan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai faktor yang dapat menghambat iklim investasi. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi koordinasi yang lebih baik antara instansi pemerintah dan investor, kepastian hukum dalam penanaman modal asing, biaya ekonomi yang kompetitif, serta iklim usaha yang kondusif, terutama dalam aspek ketenagakerjaan dan keamanan berbisnis.</p> <p>Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif, melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur, serta hasil wawancara dengan pihak terkait, khususnya Direktorat Peraturan Perpajakan II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi yang mengatur penanaman modal asing sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan, karena lebih berpihak pada kepentingan investor. Sebaliknya, pemerintah dan masyarakat setempat lebih banyak merasakan dampak negatif dari ketentuan tersebut.</p> <p>Undang-Undang Minerba terbaru, yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dianggap lebih mencerminkan prinsip keadilan. Namun, implementasi peraturan terkait penanaman modal asing yang berlandaskan prinsip keadilan ini belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini terlihat dari beberapa ketentuan pokok yang masih belum dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan terkait, seperti pembangunan smelter dan divestasi saham yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.</p> <p> </p> <p><em> Foreign investment is a crucial component of national economic management and is positioned as a means to enhance national economic growth, create job opportunities, and promote the economic development of Indonesia. To achieve these objectives, it is essential to address various factors that could hinder the investment climate. These factors include improved coordination between government agencies and investors, legal certainty in foreign investment, competitive economic costs, and a conducive business environment, particularly in terms of labor and business security.</em></p> <p><em>This study employs a qualitative research method with a normative approach, involving an examination of relevant legislation, books, journals, and interviews with the Directorate of Tax Regulations II, which is pertinent to the thesis topic. The findings indicate that prior to the enactment of Law No. 4 of 2009, regulations governing foreign investment did not fully reflect the principle of fairness, as they were more favorable to investors. Consequently, the Indonesian government and local communities experienced several negative impacts.</em></p> <p><em>The latest Mining Law, enacted during President Susilo Bambang Yudhoyono's administration, is seen as better reflecting the principle of fairness. However, the implementation of foreign investment regulations based on this principle has not yet been fully realized. This is evidenced by the failure of certain companies to comply with key requirements, such as the construction of smelters and the divestment of shares, as mandated by the regulations.</em></p>2024-10-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal Hukum Officium Nobilehttps://journal.unas.ac.id/jhon/article/view/386510.47313 PELAKSANAAN PENGAWASAN PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK DALAM PERJANJIAN ELEKTRONIK PADA TRANSAKSI E-COMMERCE2024-10-08T14:30:41+07:00Mastoah Siti Mastoahsitimastoah@civitas.unas.ac.id<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji landasan hukum yang mendasari penerapan pajak dalam perjanjian elektronik pada transaksi e-commerce, serta untuk mengevaluasi pelaksanaan pengawasan terhadap pemungutan pajak dalam konteks yang sama. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan hukum yuridis normatif, yang berfokus pada analisis terhadap literatur dan dokumen hukum yang relevan guna memperoleh data yang diperlukan.</p> <p>Tulisan ini secara khusus membahas dasar hukum yang mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap tenaga kerja asing di Indonesia, serta tanggung jawab yang harus diemban oleh pelanggar ketentuan perpajakan yang berlaku.</p> <p>Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Dasar hukum penerapan pajak dalam perjanjian elektronik pada transaksi e-commerce terdiri dari beberapa peraturan, antara lain: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU 7/1983) yang terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang berkaitan dengan penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menyangkut kebijakan keuangan negara dalam konteks penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan 210/PMK.010/2018 juga mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi yang dilakukan melalui sistem elektronik. (2) Meskipun terdapat ketentuan hukum yang mengatur, pelaksanaan kewajiban pajak bagi pelaku e-commerce masih belum berjalan secara efektif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketentuan spesifik yang mengatur pengenaan pajak, yang membuat banyak pelaku e-commerce tetap mengacu pada aturan perpajakan umum. Ketidakselarasan ini dapat dilihat dari perbandingan yang signifikan antara jumlah Wajib Pajak terdaftar dan yang melakukan setor pajak, yang diakibatkan oleh minimnya regulasi yang khusus menyasar sektor e-commerce.</p> <p>Penelitian ini menekankan perlunya pengembangan regulasi yang lebih spesifik untuk meningkatkan efektivitas pemungutan pajak dalam sektor e-commerce, agar sejalan dengan dinamika dan perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat.</p> <p> </p> <p><em>This study aims to analyze the legal foundations for the imposition of taxes in electronic agreements related to e-commerce transactions and to evaluate the implementation of tax collection oversight within the same context. The methodology employed in this research is a normative legal approach, focusing on the analysis of relevant literature and legal documents to obtain the necessary data.</em></p> <p><em>This paper specifically discusses the legal basis for the imposition of income tax on foreign workers in Indonesia, as well as the responsibilities imposed on violators of existing tax regulations.</em></p> <p><em>The findings of the research indicate that: (1) The legal basis for the application of taxes in electronic agreements for e-commerce transactions includes several regulations, such as Law No. 7 of 1983 concerning Income Tax (Law 7/1983), which was last amended by Law No. 36 of 2008; Law No. 16 of 2009 related to the stipulation of government regulations in lieu of law; and Law No. 2 of 2020 regarding national financial policy in the context of handling the COVID-19 pandemic. Additionally, Minister of Finance Regulation No. 210/PMK.010/2018 governs the tax treatment of transactions conducted through electronic systems. (2) Despite the existing legal provisions, the implementation of tax obligations for e-commerce stakeholders remains ineffective. This is due to the lack of specific regulations addressing tax imposition, resulting in many e-commerce operators relying on general tax regulations. This disparity is evidenced by the significant gap between the number of registered taxpayers and those who actually fulfill their tax obligations, stemming from the absence of tailored regulations for the e-commerce sector.</em></p> <p><em>This research underscores the necessity for developing more specific regulations to enhance the effectiveness of tax collection in the e-commerce sector, aligning it with the dynamics of technology and societal needs. </em></p>2024-10-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal Hukum Officium Nobilehttps://journal.unas.ac.id/jhon/article/view/386610.47313 URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS UNDANG-UNDANG NO.27 TAHUN 2022 TENTANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI2024-10-08T14:33:13+07:00Masidin Masidinmasidin@civitas.unas.ac.id<p>Indonesia sampai saat ini belum memiliki kerangka hukum tunggal yang secara eksplisit mengatur perlindungan data pribadi. Beberapa waktu terakhir, banyak kasus yang muncul di masyarakat terkait penyalahgunaan data pribadi, terlebih dengan semakin mudahnya akses masyarakat terhadap internet, yang menyebabkan penyalahgunaan data pribadi melalui media elektronik dapat dengan cepat meluas. Khususnya dalam sektor pelayanan kesehatan, data pribadi pasien tidak luput dari risiko penyalahgunaan. Hal ini menjadi semakin mengkhawatirkan apabila data tersebut merupakan rekam medis pasien yang memiliki sifat sangat rahasia.Metode penelitian yang diterapkan dalam kajian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan yang berfokus pada analisis undang-undang. Sumber bahan hukum yang digunakan berasal dari peraturan perundang-undangan, sedangkan teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pelayanan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan akses, efisiensi, efektivitas, serta kualitas proses medis yang melibatkan berbagai entitas pelayanan medis, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, terapis, laboratorium, apotek, dan perusahaan asuransi, serta pasien sebagai konsumen. Namun, dalam pelaksanaannya, program E-health mengumpulkan data pribadi sensitif milik pasien, yang menimbulkan permasalahan hukum baru terkait sejauh mana penyedia layanan kesehatan dapat melindungi data pribadi tersebut dari akses dan penyebaran yang tidak sah seiring dengan perkembangan TIK. Saat ini, regulasi yang ada belum memberikan perlindungan yang optimal terhadap data pribadi pasien, karena pengaturan yang ada masih bersifat sektoral dan tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan.</p> <p> </p> <p>Indonesia, to this day, does not have a single comprehensive law that specifically regulates personal data protection. Recently, there have been numerous cases in society concerning the misuse of personal data, particularly with the increasing ease of access to the internet, which has caused the misuse of personal data via electronic media to spread rapidly. In the healthcare sector, patients’ personal data is also not immune to the risk of misuse. This issue becomes even more concerning when such personal data involves medical records, which are highly confidential in nature. The research method used in this study is normative juridical, with an approach that emphasizes the analysis of laws. The sources of legal materials are derived from legislation, and the method of collecting legal materials is through literature review. The research findings reveal that the use of Information and Communication Technology (ICT) in healthcare services aims to enhance access, efficiency, effectiveness, and the quality of medical processes involving various healthcare service organizations, such as hospitals, clinics, community health centers, medical practitioners including doctors and therapists, laboratories, pharmacies, and insurance companies, as well as patients as consumers. However, the implementation of E-health programs gathers sensitive personal data from patients, raising new legal issues regarding the extent to which healthcare service providers can protect such personal data from unauthorized access and dissemination, particularly with the advancement of ICT. Currently, existing regulations do not provide optimal protection for patients' personal data, as the regulation remains sectoral and scattered across various legislative instruments</p>2024-10-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal Hukum Officium Nobilehttps://journal.unas.ac.id/jhon/article/view/386710.47313 KAJIAN YURIDIS KEKERASAN TERHADAP ANAK DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK2024-10-08T14:46:54+07:00Cucuk Cucuk Endratnocucukendratno@civitas.unas.ac.id<p>Negara Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi mengenai Hak-Hak Anak). Ratifikasi ini merupakan komitmen negara dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak-anak. Salah satu isu yang diangkat dalam konvensi ini dan memerlukan perhatian khusus adalah perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.</p> <p>Dalam konteks hukum nasional, Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi untuk melindungi hak-hak anak, seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.</p> <p>Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, hasil kajian menunjukkan bahwa pendekatan *restorative justice* merupakan salah satu solusi efektif dalam menangani perkara pidana yang melibatkan anak. Pendekatan ini dilaksanakan melalui mekanisme diversi, yang memungkinkan penyelesaian di luar sistem peradilan pidana konvensional dengan melibatkan pihak-pihak terkait, seperti korban, pelaku, keluarga, serta masyarakat, untuk mencapai kesepakatan yang lebih konstruktif.</p> <p>Pendekatan *restorative justice* dipandang sebagai paradigma baru dalam memahami tindak pidana, terutama yang melibatkan anak. Namun, implementasinya dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk praktik penahanan anak yang tidak sesuai prosedur, serta proses peradilan yang panjang, mulai dari penyidikan hingga putusan pengadilan. Akibatnya, anak yang terpidana sering kali mengalami trauma dan dampak negatif, baik ketika ditempatkan di lembaga pemasyarakatan maupun setelah dibebaskan ke masyarakat.</p> <p> </p> <p><em>The Republic of Indonesia has ratified the Convention on the Rights of the Child through Presidential Decree No. 36 of 1990 concerning the ratification of the Convention on the Rights of the Child. This ratification reflects the state's commitment to providing legal protection for children. One of the critical issues addressed by the convention that requires particular attention is the protection of children in conflict with the law.</em></p> <p><em> </em></p> <p><em>In the national legal framework, Indonesia has enacted various laws to safeguard children's rights, such as Law No. 11 of 2012 on the Juvenile Criminal Justice System, Law No. 39 of 1999 on Human Rights, and Law No. 23 of 2002 on Child Protection.</em></p> <p><em> </em></p> <p><em>Using normative legal research methods, the findings suggest that a restorative justice approach is one effective solution in dealing with juvenile criminal cases. This approach is implemented through diversion, which allows for resolution outside the conventional criminal justice system, involving relevant parties such as victims, offenders, families, and the community to reach a constructive agreement.</em></p> <p><em> </em></p> <p><em>Restorative justice is seen as a new paradigm in understanding criminal acts, particularly those involving children. However, its implementation in Indonesia's juvenile justice system still faces several challenges, including the detention of children in ways that do not follow proper procedures and the lengthy judicial process, from investigation to court ruling. As a result, convicted children often experience trauma and negative consequences, whether they are placed in correctional facilities or returned to society upon acquittal.</em></p>2024-10-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal Hukum Officium Nobilehttps://journal.unas.ac.id/jhon/article/view/386810.47313 POLITIK HUKUM PENGANGUKATAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) BERDAMPAK PADA KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP2024-10-08T15:19:21+07:00Subagyo Mas Subagyo Eko Prasetyomaseko@civitas.unas.ac.id<p>Pertanggung jawaban tindak pidana pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup terhadap korporasi menuntut perusahaan untuk lebih berhati-hati dalam menghindari tindakan yang dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, karena hal tersebut dapat berujung pada pidana. Pencemaran lingkungan dapat berkembang menjadi sengketa lingkungan hidup ketika pihak yang terkena dampak atau korban merasa dirugikan akibat pencemaran tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan deskriptif atau doktrinal, menggunakan data sekunder. Metode pengumpulan data yang diterapkan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan informasi sekunder yang relevan dengan isu yang dikaji. Data yang diperoleh kemudian dianalisis, diklasifikasikan, dan dipelajari lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian. Pertanggungjawaban dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui proses perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), khususnya Pasal 1243 dan 1365, sedangkan penyelesaian sengketa lingkungan melalui jalur administratif diatur dalam Pasal 76 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Proses penyelesaian sengketa lingkungan melalui jalur pidana juga diatur secara tersendiri. Prinsip tanggung jawab seperti Strict Liability, Vicarious Liability, dan Corporate Organ dapat diterapkan untuk menjerat korporasi yang terlibat dalam tindak pidana lingkungan hidup melalui karyawan atau pemimpin kegiatan yang dilakukan atas nama korporasi. Selain itu, PERMA No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi juga memberikan pedoman terkait hal ini.</p> <p> </p> <p>Corporate liability for environmental pollution and damage implies that companies must exercise greater caution to avoid actions leading to environmental harm, as such actions can result in criminal prosecution. Environmental pollution may escalate into an environmental dispute when the affected parties or victims perceive harm due to the pollution. This research is a normative legal study with a descriptive or doctrinal approach, utilizing secondary data. The data collection method employed is library research, which involves gathering secondary information relevant to the research issue. The collected data is then analyzed, classified, and examined further in accordance with the research objectives and problems. Corporate liability in resolving environmental disputes through civil processes is outlined in the Indonesian Civil Code (KUHPer), specifically Articles 1243 and 1365. Administrative resolution of environmental disputes is covered under Article 76(2) of Law No. 32 of 2009. Additionally, criminal resolution of environmental disputes is addressed separately. Principles such as Strict Liability, Vicarious Liability, and Corporate Organ can be applied to hold corporations accountable for environmental crimes committed by their employees or leaders when such acts are carried out on behalf of the corporation. Moreover, PERMA No. 13 of 2016 regarding the Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations provides further guidelines on this matter<em>.</em></p>2024-10-28T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Journal Hukum Officium Nobile