Praktik Politik Nepotisme dalam Pemilihan Walikota
Kata Kunci:
Local political behavior, political network, local political nepotism, people’s political disaffection, people’s electoral resistance.Abstrak
Penelitian ini memusatkan perhatian pada berbagai bentuk nepotisme politik dalam pemilihan walikota. Penelitian teori grounded diadopsi sebagai pendekatan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yakni untuk menghasilkan model teoritis pada nepotisme politik dan perlawanan masyarakat. Perilaku aktor politik utama telah membentuk jaringan politik nepotisme daerah, dengan ciri praktik-praktik koersif dan hegemonik, konspirasi dan oligarki. Perilaku demikian mengakibatkan disafeksi politik temporer, yang ditandai dengan rasa ketidakberdayaan, ketidaktertarikan, ketidakpercayaan, ketidakpedulian, keterasingan, dan sinisme terhadap aktor-aktor politik, partai politik, lembaga-lembaga politik serta proses politik lokal. Ada tiga ranah tujuan yang hendak dicapai oleh nepos dan nepotis, yaitu: meningkatkan popularitas Nepos, mendapatkan legalitas Nepos, dan meningkatkan elektabilitas Nepos. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa praktik nepotisme politik, baik untuk meningkatkan popularitas, mendapatkan legalitas dan meningkatkan elektabilitas, mengakibatkan berbagai bentuk perlawanan masyarakat, mulai dari stigmatisasi negatif, berbagai bentuk perlawanan simbolik, transaksionalisasi dukungan dan suara, dan akhirnya perlawanan elektoral yang tercermin dalam ketidakmauan memberikan suara bagi aktor.
This study focuses on the various forms of political nepotism in mayoral election. Grounded-theory research adopted as the approach in accordance with the objective of the study, that is to generate a theoretical model on the political nepotism and people’s electoral resistance. The main political actors’ behavior have formed local political networks of nepotism, which is characterized by the practices of coercive and hegemonic power, conspiracy and oligarchy. Such behaviors resulted in a temporary political disaffection, which is characterized by the sense of helplessness, lack of interest in, distrust, ignorance, alienation and cynicism towards political actors, political parties, political institutions as well as the local political process. There are three domains of interest of political nepotism that the nepos and nepotis wanted to achieve, namely: increasing nepos’ popularity, getting nepos’ legality, and improving nepos’ electability. The study also concludes that the practice of local political nepotism, both to increase the popularity, to get legality, as well as to improve electability, lead to some forms of community resistance, ranging from negative stigmatization, various symbolic resistances, transactionalization of support and votes and finally electoral resistance reflected in the unwillingness to vote for the actors.