KESALAHAN PENGERTIAN TERMINOLOGI ZINA (OVERSPEL) DALAM KUHP

Authors

  • Ahmad Sobari Universitas Nasional

DOI:

https://doi.org/10.47313/njl.v1i1.1849

Abstract

Penelitian ini bertolak dari permasalahan pokok bagaimanakah formulasi delik perzinaan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP hasil terjemahan, khususnya Pasal 284 KUHP.Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, diperlukan metode pendekatan yuridis-normatif, yuridis-empiris, dan yuridis komparatif.Pendekatan yuridis-normatif digunakan untuk mengetahui kebijakan formulasi delik Zina/perzinaan dalam KUHP kaitannya dengan upaya penanggulangan kejahatan yang berkaitan dengan delik perzinaan.Pendekatan yuridis-empiris digunakan untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang delik perzinaan dari aspek pidana dan pemidanaan. Selain itu juga digunakan pendekatan yuridis-komparatif untuk melihat kebijakan formulasi delik perzinaan menurut undang-undang negara lain. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ada salah pengertian terhadap arti dari delik perzinaan di KUHP. Delik Overspel (Belanda) atau Adultery (Inggris) jika di terjemahkan oleh penulis secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia adalah “zina Perselingkuhan”, dimana kata “perselingkuhan” atau selingkuh itu mulai popular dimasa jauh sesudah Indonesia merdeka, sementara Overspel atau Adultery dilatarbelakangi oleh budaya barat (dimana KUHP itu berasal) yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai moral, budaya dan agama. Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat Indonesia. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan Overspel atau adultery yang pengertiannya lebih sempit dari pada pengertian zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat perkawinan.Overspel dapat terkena hukum pidana jika ada pengaduan dari istri atau suami pelaku.Tanpa adanya pengaduan, atau tanpa diadukan oleh istri/suami yang menjadi korban, maka tindak pidana Overspel bukan sebagai hal yang terlarang. Hal ini berbeda dengan konsepsi masyarakat bangsa Indonesia yang komunal dan religius dengan mayoritas penduduk adalah muslim. Setiap bentuk perzinahan, baik telah terikat perkawinan maupun belum, merupakan perbuatan yang melanggar nilai-nilai kesusilaan dan agama. Oleh karena itu, kebijakan formulasi delik Zina/perzinaan dalam pembaharuan hukum pidana harus dirubah, rumusan deliknya harus meliputi semua bentuk "perzinaan" baik Overspel atau adultery maupun fornication yaitu perzinahan secara luas, termasuk hubungan sex di luar nikah antara lelaki dengan wanita, yang sama-sama belum menikah.

Author Biography

Ahmad Sobari, Universitas Nasional

KESALAHAN PENGERTIAN TERMINOLOGI ZINA (OVERSPEL) DALAM KUHPFakultas Hukum

Downloads

Published

2019-08-26