KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENGATURAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-IX/2012
DOI:
https://doi.org/10.47313/njl.v5i2.1447Abstract
Tulisan ini berjudul Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Pengaturan HutanAdat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/Puu-Ix/2012, merupakanluaran penelitian dengan Nomor Kontrak :0391/D5/SPKP/LPPM/UNPAM/XI/2020. Masalah yang diangkat dalampenelitian ini mengenai kebijakan yang tertuang dalam peraturan perundangundangan seringkali dalam implementasinya tidak sesuai dengan harapanmasyarakat, bahkan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, kebijakantersebut tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 5 Undang-UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan atas Putusan MahkamahKonstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945dan oleh karenanya ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukummengikat, dengan demikian kedudukan hutan adat setelah adanya PutusanMahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 sebagai hutan yang berada didalam wilayah masyarakat hukum adat dengan tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakuikeberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional sesuaidengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang diatur dalam undang-undang. Dalam penelitian ini menggunakanmodel penelitian kualitatif dengan pendekatan kepada perundang-undangan. Datapenelitian yang dipergunakan adalah data sekunder berupa perundang-undangan,buku referensi hukum serta data dari internaet. Hasil dari penelitian ini, yaitukebijakan pemerintah yang seharusnya dalam pengaturan hutan adat pascaPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2012 adalah sebagai berikut:Melakukan penetapan wilayah yang merupakan hutan adat terpisah daripengelolaan hutan negara, dan ditunjuk sebagai daerah penyangga kawasan hutannegara; melakukan pengaturan masyarakat hukum adat melalui pemberdayaanmasyarakat sesuai kearifan lokal; jenis tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yangdilindungi tetap dalam pengelolaan pemerintah kecuali untuk kepentingan acaraadat; melakukan pembinaan dan bimbingan kepada masyarakat hukum adattentang tata cara pemanfaatan hutan adat sesuai kearifan lokalReferences
HAW Widjaja, Pemerintahan Desa/Marga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
.
Handayani Ninik dan Riawan Tjancdra, Badan Permusyawaratan Desa dalam
Demokrasi Desa, (Yogyakarta, FPPD, 2014),
Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan otonomi daerah, (Jakarta: LIPPI pres, 2007)
Hasibuan S.P Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2016).
Kaho Riwu Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997).
Kushandajani, Elit Desa-Ditinjau dari Sumber Daya Kekuasaan, (Jakarta: Tesis
Magister Ilmu Politik UI, 1991).
Notoadmojo Soekidjo, Pengembangan SDM, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
Siagian P. Sondang, , Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara,
.
Surianingrat Bayu, Desa dan Kelurahan Menurut UU No 5 Tahun 1979, (Jakarta:
Metro Pos, 1980).
Soekantor Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013).
Mamuji Sri dan Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003).
Atmasasmita Romli, “Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum
Nasional” Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen
Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar, 14-18 Juli 2003.
Irna Hesti Rahmawati, Analisis Kesiapan Desa dalam Implementasi Penerapan
UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi pada Delapan Desa di
Kabupaten Sleman). Journal The 2nd University Research Coloquium 2015,
(Yogyakarta Fakultas Ekonomi Universitas Cokroaminoto).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.