Ngarak Barong, Tradisi Lebaran Betawi dan Strategi Pemertahanan Budaya Masyarakat Etnis Betawi di Kampung Sawah Bekasi: Kajian Semiotika

Authors

  • Machdori Machdori Linguistik, Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin
  • Tadjuddin Maknun Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
  • Ery Iswary Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin

DOI:

https://doi.org/10.47313/jib.v43i2.1749

Keywords:

lebaran betawi, pemertahanan kebudayaan, ngarak barong, semiotika

Abstract

Ngarak Barong or ondel-ondel is the result of an ancient Betawi art called barongan, in the form of a pair of giant dolls in simple shapes, complete with a musical accompaniment team. At first, ondel-ondel was part of the people's sacred ritual activities which later became one of the icons of the city of Jakarta. Currently, ondel-ondel can still be found, both in the form of performing arts at wedding processions, government events in welcoming guests, as well as as processions to enliven Betawi Eid. In its development, the Ngarak Barong procession is still being carried out by the Betawi community, especially residents of the Kampung Sawah, Bekasi. But, along with the development of time, public awareness to continue to preserve local wisdom such as Barong has experienced a shift in values. Many found the Barong procession or ondel-ondel as a form of cultural defense, but it is more functioned for practical needs as a livelihood for singing so that Barong no longer has a sacred value as a cultural product that has a symbolic meaning. To see the meaning behind the signs of change, this qualitative research uses a semiotic approach. The relationship or relationship between the symbolic signs that exist in the structure and elements forming ondel-ondel is collaborated with the condition of society as the background and its impact in today's society to get meaning. Changes in the meaning and function of ondel-ondel in its constituent elements are produced and constructed as mental thoughts of users based on their form and context. The interpretation of the meaning of the cultural procession during the Ngarak Barong Betawi Lebaran procession will be different from the action of Ngarak Barong singing on the streets. There needs to be a policy given by the government to the impact of cultural shifts in the long term.

 

Ngarak Barong atau ondel-ondel adalah hasil karya seni Betawi kuno bernama barongan, berupa sepasang boneka raksasa berbentuk sederhana, lengkap dengan tim musik pengiring. Pada awalnya ondel-ondel merupakan bagian dari aktivitas ritual sakral rakyat yang kemudian dijadikan sebagai salah satu ikon kota Jakarta. Saat ini ondel-ondel masih dapat ditemui, baik dalam bentuk seni pertunjukan pada prosesi pernikahan, acara pemerintahan dalam menyambut tamu, maupun sebagai prosesi arak-arakan dalam rangka memeriahkan lebaran Betawi. Dalam perkembangannya prosesi Ngarak Barong masih terus dilakukan oleh masyarakat Betawi, terutama warga masyarakat di Kampung Sawah, Bekasi. Namun seiring dengan perkembangan waktu, kesadaran masyarakat untuk terus melestarikan kearifan lokal seperti Barong telah mengalami pergeseran nilai. Banyak ditemukan arak-arakan Barong atau ondel-ondel sebagai bentuk pemertahanan budaya yang lebih difungsikan untuk kebutuhan praktis sebagai mata pencarian untuk mengamen sehingga Barong tidak lagi memiliki nilai kesakralan sebagai sebuah produk budaya yang memiliki makna simbolis. Untuk melihat makna di balik tanda-tanda perubahan yang terjadi, penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan semiotika. Hubungan atau relasi antar tanda simbolik yang ada pada struktur dan unsur-unsur pembentuk ondel-ondel dikolaborasikan dengan kondisi masyarakat sebagai latar belakang dan dampaknya dalam masyarakat saat ini untuk mendapatkan makna. Perubahan makna dan fungsi ondel-ondel pada unsur-unsur pembentuknya diproduksi dan dikonstruksi sebagai mental pemikiran penggunanya berdasarkan bentuk dan konteksnya. Interpretasi makna pada prosesi kebudayaan saat Ngarak Barong prosesi Lebaran Betawi akan berbeda dengan aksi Ngarak Barong mengamen di jalanan. Perlu adanya kebijakan yang diberikan oleh pemerintah terhadap dampak dari pergeseran budaya dalam jangka panjang.

 

References

Alex Sobur. (2013). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Affan, H. M., & Maksum, H. (2016). Membangun Kembali Sikap Nasionalisme Bangsa Indonesia Dalam Menangkal Budaya Asing Di Era Globalisasi. Jurnal Pesona Dasar, 3(4), 65–72.

Ardiansyah, L. (2021). Persepsi Abang None Jakarta Terhadap Fenomena Ondel-Ondel Ngamen Di Jakarta. Jurnal Komunikasi Profesional.

Chienita, I., Susanto, E. H., & Winduwati, S. (2019). Persepsi Masyarakat Betawi Terhadap Fenomena Ondel-Ondel Ngamen. Koneksi, 2 (2), 380–386. https://doi.org/10.24912/kn.v2i2.3913.

Dewanti, A. R. (2014). Ondel-Ondel Sebagai Ikon Seni Tradisi Betawi. Prosiding Seminar Nasional Seni Tradisi Keragaman Tradisi Sebagai Warisan Budaya. http://libprint.trisakti.ac.id/9/1/Prosiding_A_Asih.Pdf.

Enny Nurcahyawati, Syahid, Bilqis Kusumawardhani Anugrahputri, Transformasi Budaya Lokal Tradisi Ngarak Barong. journal.unindra.ac.id, Volume 02 Nomor 1, Maret, 2022, 69-79.

Fajarwati, A. A., & Fathoni, A. C. A. (2019). Transformation Of Ondel-Ondel Function As The Icon Of The Capital And Busker In Jakarta. Proceeding of International Confe-rence on Visual Culture and Urban Life, 28–37. Jakarta: Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta.

Halimatusadiah. (2015). Strategi Kehumasan Sebagai Metode Pelestarian Budaya Betawi. Jurnal ilmu komunikasi.

Haryandi, K. (2016). Ondel-Ondel Kontemporer Sebagai Simbol Masyarakat Jakarta Saat Ini. Jurnal Program.

Herdin Muhtarom, Ilham Arsandi, Dora Kurniasih, Nida Widi & Sulaeman. (2021). Perubahan Budaya Jakarta: Lunturnya Nilai-Nilai Kesenian Ondel-Ondel Betawi Di Era Globalisasi. Etnoreflika: Jurnal Sosial dan Budaya Volume 10, Nomor 2, Juni2021: 172-182.

Jumardi. (2020). Pelatihan Pembuatan Ondel-Ondel Dalam Rangka Pelestarian Budaya Betawi. Humanis: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.

Kayam, Umar. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Koentjaraningrat. (2003). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi, Edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika.

McNamara, L & Quilter, J. (2016). Street Music And The Law In Australia: Busker

Perspectives On The Impact Of Local Council Rules And Regulations. Journal of Musicological Research, 35(2), 113–127.

Muhammad Agus Noorbani, Halimatusa’diah. (2022). Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya - Vol. 24 No. 01.

Nahak, H.M. (2019). Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalisasi. Jurnal Sosiologi Nusantara, 5(1), 65–76.

Paramita, S. (2019). Pergeseran Makna Budaya Ondel-Ondel Pada Masyarakat Betawi Modern. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 1 (1).

Prayogi, Ryan. Endang Danial. (2016). Pergeseran Nilai-Nilai Budaya Pada Suku Bonai Sebagai Civic Culture Di Kecamatan Bonai Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Humanika Vol. 23 No. 1 (2016).

Ranjabar, Jacobus. (2008). Perubahan Sosial Dalam Teori Makro: Pendekatan Realitas Sosial. Bandung: Alfabeta.

Sedyawati Edi. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

Soemardjan, S. (1990). Perubahan Sosial Di Yogyakarta.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Susanto, E. H., & Winduwati, S. (2018). Persepsi Masyarakat Betawi Mengenai Feno-Mena Ondel-Ondel Ngamen. Ko-neksi, 2, 380–386.

Suryani, Tatik. (2012). Perilaku Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Downloads

Published

2022-10-24

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.