STUDI ANALISIS UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA MENUJU PENYEDERHANAAN BIROKRASI
DOI:
https://doi.org/10.47313/pjsh.v4i2.699Keywords:
birokrasi, pemangku kepentingan, aparatur sipil negara, undang-undang, penyederhanaanAbstract
Jokowi mengedepankan Lima Priotas Program Strategis. Kelima program strategis tersebut bukanlah hal yang baru, sudah sering disampaikannya pada berbagai kesempatan, termasuk juga disampaikan oleh para Menteri beberapa waktu yang lalu. Salah satu dianatarnya adalah; Penyederhanaan birokrasi (bureaucratic trimming) dilakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Caranya bagaimana?. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Agar disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi. Bagaimana rencana detailnya, dan menjadi kegiatan teknis yang lebih spesifik dan terukur, tentu menjadi urusan Bappenas memformulasikannya. Untuk rencana 5 tahun sudah ada rumahnya bernama RPJMN 2020-2024, dan juga kemudian lebih dirinci lagi menjadi target kerja satu tahun yang dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT), melalui forum trilateral antara Bappenas, Kemenkeu dan Kementerian/sektor terkait. Perangkat pemerintah adalah birokrasi, dan oleh karena itu para birokrat dituntut untuk punya kompetensi tinggi sebagai pengarah, pengendali, dan peran pelayanan dapat dilakukan bersama-sama dengan stakeholder lainnya. Undang-Udang ASN sudah sangat jelas, menempatkan aparatur sipil negara itu dalam tugas-tugas yang bersifat kebijakan dan kepemimpinan. Lantas, kenapa Birokrasi pemerintahan saat sekarang ini, tangga jabatan strukturalnya masih gemuk, sedangkan jabatan fungsionalnya masih terbatas?. Kenapa para birokrat masih enggan untuk menempati jabatan fungsional dari pada struktural?. Sedangkan UU ASN mengamanatkan pada penyederhanaan jabatan struktural dengan 3 tingkatan dalam dua segmen jabatan sebagaimana diuraikan diatas. Dan memberikan ruang yang luas untuk jabatan fungsional keahlian dan ketrampilan. Oleh karena itulah, diperlukan pemangkasan birokrasi (Bureaucartic Trimming), menjadi penting, supaya tujuan dari diselenggarakannya pemerintahan itu dapat tercapai, sesuai dengan amanat konstitusi yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat (welfare state). Dalam kajian yang dilakukan terkait dengan komitmen Pemerintah untuk melakukan penyederhanaan birokrasi, hanya sampai pada 2 level jabatan struktural, dan me replace jabatan struktural selebihnya dalam jabatan fungsional sesuai dengan kompetensi masing-masing, dilakukan dengan pendekatan deskriptif, dengan memotret kebijakan-kebijakan negara dalam bentuk hukum negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara. Poin penting yang dapat disimpulkan adalah: 1) Perjalanan birokrasi di Indonesia sangatlah panjang. Mulai zaman Pemerintahan Belanda, diwariskan kepada Pemerintah Indonesia dengan model Max Weber (Weberian). 2) Semangat Revitalisasi Birokasi dengan tema Reformasi Birokrasi, sudah sejak 10 tahun yang lalu diwacanakan. Sebagai bentuk imbas globalisasi yang dibawakan oleh Pemerintahan Margareth Thatcher, dengan melakukan gerakan memangkas birokrasi. 3) UU ASN lahir tahun 2014, dengan semangat Reformasi Birokrasi. ASN dituntut punya kompetensi tinggi, profesional, berintegritas, netral, tidak berpolitik, dan melawan kopupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping perlu dilakukannya penyederhanaan struktur birokrasi. 4) Lima tahun UU ASN berjalan, perampingan atau penyederhanaan birokrasi dimaksud tidak bergerak. Kalaupun bergerak hanya lebih bersifat dipermukaan saja. Birokrasi masih tetap gemuk, rentang kendali yang panjang, dan masih menggunakan biaya yang besar. Belum efektif dan efisien. 5) Presiden Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju, sudah sampai pada keputusan final, agar memendek mata rantai birokrasi. Struktur birokrasi dipotong separuhnya. Dari empat jenjang eselonering jabatan, hanya dibenarkan dua jenjang struktural, dan selebihnya pada jabatan administrasi dan fungsional. Hal ini sesuai dengan perintah UU ASN. 6) Secara teknis pelaksanaan, pemangkasan birokrasi tidaklah sulit. Yang penting bagi ASN harus diberikan kepastian bahwa hak normatifnya, tunjangan, jenjang karir dan kepangkatannya tidak terhambat. 7) Kendala utama, adalah pada para birokrat yang memang sudah pada tidak punya potensi untuk berkembang, bersaing, dan kemampuan profesional sudah mandeg. Harus dicarikan jalan keluar yang terhormat. Jika tidak akan dapat menjadi krikil di sepatu. Golden second mungkin alternatif yang bijak, bagi yang berkeinginan.References
Andhi Kurniawan. (2019). Pemangkasan Birokrasi dan Desain Organisasi yang Profesional –detikNews.
BKN, Peraturan BKN RI Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pegukuran Indeks Profesionalitas ASN.
Peter Bridgman & Glyn Davis. (2004). The Australian Policy Handbook. Crowanest: Allen and Unwin.
PP Nomor 70 Tahun 2015, Tentang JKK, dan JKM bagi Pegawai ASN
PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara
PP Nomor 49 Tahun 2018 Tantang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
PP Nomor 30 tahun 2019, Tentang Penilaian Kinerja Pegawai negeri Sipil.
Rose Susan- Ackerman. (2001). Korupsi dan Pemerintahan. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Rose Susan–Ackerman. (2010). Korupsi dan Pemerintahan Sebab, Akibat dan Reformasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Osborne David, Plastrik Peter. (2001). Memangkas Birokrasi Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit PPM.
Osborne David, Gaebler Ted. (2003). Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta: Penerbit PPM.
Situmorang, H. Chazali. (2016). Kebijakan Publik (Teori Analisis, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan). Depok: SSDI, P5M.
Situmorang Chazali H. (2013). Mutu Pekerja Sosial di Era Otonomi Daerah. Depok: Cinta Indonesia.
Situmorang, H. Chazali (2016). Kebijakan Publik (Teori Analisis, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan. Jakarta: SSDI
UU Nomor 5 tahun 2014, Tentang Aparatur Sipil negara.
Downloads
Published
Issue
Section
License
- Hak publikasi atas semua materi informasi yang tercantum dalam situs jurnal ini dipegang oleh dewan redaksi/editor dengan sepengetahuan penulis. Pengelola Jurnal akan menjunjung tinggi hak moral penulis.
- Aspek legal formal terhadap akses setiap informasi dan artikel yang tercantum dalam situs jurnal ini mengacu pada ketentuan lisensi Creative Commons Atribusi-NonCommercial-No Derivative (CC BY-NC-ND), yang berarti bahwa hanya dengan izin penulis, informasi dan artikel Jurnal BACA dapat didistribusikan ke pihak lain dengan tanpa merubah bentuk aslinya untuk tujuan non-komersial.
- Setiap terbitan Populis Jurnal Sosial dan Humaniora, baik cetak maupun elektronik, bersifat open access untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan perpustakaan. Di luar tujuan tersebut, penerbit atau pengelola jurnal tidak bertanggung jawab atas terjadinya pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh pembaca atau pengakses.